CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 20 November 2010

•♫. Surat Untuk Anak Ku•♫.•

  • Anakku ... ☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• .  .  .  .  .

    Abi melihat batu-batu itu melayang dari tangan-tangan mungil yang mencoba mengubah sejarah. Abi melihat derai air mata para wanita itu diiringi untaian doa. Abi juga melihat senyum di wajah anak-anak yang tergeletak di ta...nah berhias dengan debu dan darah di wajahnya, sungguh luar biasa anakku; abi melihat tidak ada pancaran kekecewaan di wajah mereka. Abi melihat lagi anak-anak yang berkata "Ajarilah kami, persenjatailah kami dan dukunglah kami, niscaya orang-orang Yahudi itu akan bisa mengetahui seberapa hebatkah kami". Abi melihat itu semua di tanah saudaramu anakku sayang, di tanah Palestine. Tanah yang khalifah Umar bin Khattab rela berpeluh dan berlelah diri untuk mendatanginya hanya demi menerima penyerahan kunci kota Al-Quds, kota yang Rasulullah yang engkau sayangi itu pernah turun dari perjalanannya menghadap ke Rabb Mu. Abi melihat itu semua anakku sayang, abi melihatnya...sungguh.

    Abi juga melihat senyum yang dibalut dengan kedinginan dan tertawa yang diselimuti rasa lapar. Abi melihat seorang nenek tua menyerahkan sebuah mantel butut kepada seorang pemuda yang kurang lebih sedikit lebih tua dibandingkan kamu dan dia yang sudah penuh dengan keriput di wajahnya tersenyum dan tertawa melihat pemuda itu yang ternyata adalah cucunya sambil berkata" Inilah yang bisa kuberikan padamu selain dari doa-doaku di tengah malam untuk kesyahidanmu". Abi melihat senyum di wajah anak-anak itu dan juga melihat air mata menetes di wajah ibu mereka, wajah kaukasia yang sangat akrab di mata abi. Abi sungguh melihat semua itu nak, melihat sendiri mereka, saudara-saudaramu yang Allah lahirkan di bumi Chechnya, Bosnia dan Asia Tengah.

    Ketika abi di rumah kemarin, abi melihatmu berlari, bermain, tertawa dan bermanja mesra di pangkuan ummi mu. Ya, dialah istri ku nak, wanita yang Allah titipkan padaku yang melahirkanmu dan melahirkan adik-adikmu. Abi bahagia nak, melihatmu tumbuh bertambah tinggi. Melihat tanggal nya satu demi satu gigi susumu dan berganti gigi dewasamu. Abi bahagia melihat semangatmu ketika berusaha melepaskan diri dari pelukanku ketika kita bermain gulat. Abi bahagia nak, melihatmu berlari cepat dan engkau terjatuh! Ya, engkau jatuh tetapi engkau kembali berdiri dan berlari mengejarku padahal engkau tahu bahwa kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku dalam lomba lari ini nak. Abi bahagia nak, ketika engkau menegurku ketika abi lupa dengan mulut mungilmu itu kau berkata : "Abi...jangan begitu, Allah kan enggak suka dengan perbuatan itu".

    Abi bersedih nak, ketika abi melihat diri abi yang tidak bisa menemanimu setiap saat untuk mengajarkan padamu keindahan surga. Untuk menceritakan dongeng kepadamu tentang kisah-kisah kepahlawanan para pejuang Islam dahulu. Abi bersedih ketika tidak ada satu ayat Quran Al Karim yang bisa kuajarkan kepadamu karena ketiadaanku di sampingmu. Ya nak, abi harus menunaikan perintah Allah yaitu menjemput rizqiNya di tanah yang jauh pula sebagai tanggung jawab peran abi sebagai ayah dan sebagai suami.

    Abi sungguh bersedih dan takut nak. Engkau hidup di sekeliling kenikmatan bumi pertiwi ini. Engkau penuhi perutmu dengan makanan nikmat dan minuman yang segar. Engkau tidur di dalam selimut yang hangat dan kasur yang empuk. Ya, walau tidak senyaman rumah orang-orang kaya itu, tetapi abi bersedih dan takut nak; khawatir jika engkau tumbuh dewasa di bawah kenikmatan dunia. Abi khawatir engkau akan melupakan tugas-tugasmu sebagai hambaNya. Abi khawatir semua kenikmatan ini akan mencetakmu menjadi generasi yang cinta dunia dan takut mati seperti yang engkau lihat saat ini di sekelilingmu.

    Abi ingin engkau bisa belajar dari saudara-saudaramu yang tinggal nun jauh di negeri seberang itu. Mereka yang tinggal di tanah jihad. Mereka yang tadi abi sudah ceritakan kepadamu. Abi ingin engkau peduli pada mereka, tidak...tidak hanya peduli nak. Engkau harus bisa menjadi bagian dari mereka. Karena mereka lah calon penghuni surga. Mereka lah yang menghapalkan kalimat ilahi sebanyak 30 juz di dalam kepala mereka yang penuh dengan luka dan jarang sekali tersentuh shampoo
    ketika engkau mandi. Engkau harus berdiri di barisan mereka nak, berdiri di shaff paling depan. Tidak-tidak, jangan di shaff belakang atau tengah nak, berdirilah di depan nak dan ijinkan abi untuk berada jauh di barisan terdepan sana, bersa...ma dengan orang-orang dewasa; saudara-saudara kita.

    Anakku,
    ...☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• .  .  .  .  .

    Allah menitipkanmu padaku bukan untuk menjadi seonggok daging hidup yang hanya memenuhi perut dan syahwatnya. Abi sadar sepenuhnya bahwa sesuap nasi dan sekerat daging yang akan abi biarkan membasahi tenggorokanmu itu haruslah datang dari sesuatu yang halal. Abi tidak ingin makanan itu berubah menjadi suht, menjadi daging yang akan dibakar di neraka nanti seperti yang Rasulullah ceritakan kepada kita nak. Abi sadar sepenuhnya, bahwa abi harus mendampingimu di waktumu menjelang tidur walau tubuh abi ini terasa begitu penat setelah 5 hari mencari nafkah di tanah jauh hanya untuk menceritakan sebuah dongeng tentang si harimau yang nantinya engkau akan bisa mengambil hikmah dari dongen itu dan bisa mencontoh akhlak Rasulullah dan ajaranNya yang abi sisipkan dalam dongeng itu. Berat kantuk di mata ini adalah musuh abi ketika itu. Abi tahu bahwa aku tidak bisa memegang senjata dan mengajarkan teknik berperang sebagaimana yang para Ayah ajarkan kepada anak mereka di tanah jauh yang abi ceritakan tadi. 
    Tapi abi yakin nak, sejumput dongeng tentang si semut dan si kancil itu akan bisa mengajarkan padamu arti tentang perjuangan, makna tentang kehidupan ini dan semangat tentang kerinduan padaNya. Setelah engkau tidur, ijinkan abi untuk meninggalkanmu tanpa berselimut hanya supaya abi bisa melatihmu untuk tidak terlalu menikmati harta dan kenikmatan dunia seperti yang Rasulullah biasa lakukan. Ijinkan pula abi untuk bercengkrama dengan ummimu, seorang wanita shaliha yang telah seharian bermain denganmu, memandikanmu, menyuapimu dan mengajarkan padamu sebait ayat yang biasa abi baca ketika shalat. Ijinkan abi mendengarkan keluh kesah wanita ini nak. Dia merindukan abi dan abi pun merindukannya. Dan biarkan pula supaya abi bisa mengingatkan dia untuk selalu teringat tugas-tugasnya dalam menyiapkanmu sebagai ahli surga ketika engkau sudah baligh nanti.

    Anakku,
    ...☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• .  .  .  .  .   
    tiada harta yang sangat berharga yg bisa abi wariskan padamu nanti selain ilmu dan tauladan yang abi dan ummi berikan. Semua itu hanyalah supaya engkau mencinta Nya dan supaya Ia pun mencintaimu. Ketika engkau dewasa nanti dan kami berdua telah tiada, ingatlah dongeng-dongeng yang abi sering ceritakan padamu ketika engkau beranjak tidur dengan botol dot di mulutmu, dongeng-dongeng tentang indahnya surga, tentang indahnya bertemu dengan Rasulullah, bertemu dengan para shahabat dan para syuhada; dan yang paling indah adalah pertemuan dengan Nya, sang Rabb yang maha segala-galanya. Semoga di syurga nanti engkau ingat akan abi dan ummi, dua orang yang sudah tua ini, dan semoga Allah mengijinkan kami untuk berkumpul bersamamu di syurgaNya nanti untuk bersama-sama menikmati betapa indahnya Sang Maha Indah.

                                                                                           
    Oleh "Hatma Suryoharjo"



    http://i713.photobucket.com/albums/ww139/pict/fun/14.jpg 

Kamis, 18 November 2010

Kisah Tragis Pemulung Dan Mayat Anaknya T_T


Bismillah ... ☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• .  .  .  .  .

Assalamualaykum Warohmatulloh Wabarokatuh ...

Puji Syukur Alhamdulillah  karna dipagi ini kita masih diberi kenikmatan hidup oleh Nya, nikmat bebas menghirup udara pagi, nikmat karna kita masih bisa menikmati sarapan yang sudah disiapkan ibu kita sejak pagi, dan nikmat-nikmat yang lain yang munkin terlalu banyak untuk saya sebutkan. "Alhamdulillah"

Untuk mengawali pagi yang cerah ini saya iseng buka blog punya tetangga ... dan akhirnya saya menemukan sebuah artikel yang membuat saya lebih bersyukur lagi dengan apa yang saya miliki. Tak tahan bening dipelupuk mata pun menetes mengiringi bibir tuk menyelesaikan bacaan dan saya rasa sahabat DSC tercinta juga harus ikut membacanya.

Seperti inilah artikelnya ....☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• .  .  .  .  .

Sepertinya manusia tak pernah menciptakan Bumi ini dengan tangannya, lalu mengapa manusia menjadi begitu pelit sekali, sampai tak ada yang mau merelakan sedikit tanah untuk mengubur mayat seorang anak miskin ini.

Kisah nyata berikut benar-benar fenomena yang sangat keterlaluan...........

Salemba, Warta Kota - Pejabat Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah. Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta - Bogor pun geger

Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.

Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. “Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari”. Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.

Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet.Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.

Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan. Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi Karen atidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. “Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia”, ujarnya.

Koordinator Urban Poor Consortium, Wardah Hafidz, mengatakan peristiwa itu seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan pelayanan kesehatan bagi orang yang tidak mampu. Yang terjadi selama ini, pemerintah hanya memerangi kemiskinan, tidak mengurusi orang miskin kata Wardah.

Sumber :www.kaskus.us
http://katamotivasicinta.blogspot.com/2010/07/kisah-tragis-pemulung-dan-mayat-anaknya.html

Semoga artikel ini bisa menjadi renungan kita bersama untuk lebih memperhatikan saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan uluran tangan serta sedikit perhatian kita.

aamiin ....

☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• .  .  .  .  .




    




Rabu, 17 November 2010

·˙ Diantara Barisan NIsan ˙·



Sepi! Ketika embun-embun pagi masih menggelayut di antara ujung-ujung rerumputan yang kini kian rindang diantara berbarisnya batu nisan di pemakaman itu. Ketika pagi masih menyergap dingin yang semakin membekukan langkah kaki.

Hanya kerlingan  mata yang mampu menyapu sekeliling hamparan lahan tandus yang kini mulai basah diterpa musim hujan di masa penghujung tahun ini.

Aku masih berdiri.

Bukan arena wisata yang aku harapkan, bukan pula kesendirian di puncak gunung Semeru yang aku impikan untuk sekedar mengisi waktu di penghujung dasawarsa pertama di abad ini. Seperti yang mereka semua rencanakan. Namun, cukup dengan sebuah kemampuan untuk melangkah lebih bijak, itupun aku kira sudah lebih dari cukup dari semuanya.

Untuk itu, pagi ini aku langkahkan kaki menuju sebuah tempat dimana orang-orang mulai melupakan mereka yang sebelumnya pernah mereka cintai. Sebuah tempat dimana orang-orang mulai membiarkan mereka yang sebelumnya pernah mereka sayangi kini terbujur kaku dan sendiri. Disana. Pemakaman yang akan menjadi terminal menuju babak baru yang telah lama semestinya kita ketahui.

Matahari pagi yang kini mulai menggeliat lemah dibalik awan di ufuk sana, ataukah hembusan angin yang kembali dingin, yang mengelus perlahan wajah ini ternyata tak mampu membuyarkan ingatan ini atas semua yang telah terjadi. Andaikah tak pernah ada langkah di esok pagi, mungkin semua akan bersisa dengan penyesalan atas segalanya. Dan aku merasakannya.

Bermuhasabah, membayangkan seandainya aku berada diantara mereka yang kini telah berada menunggu di alam sana. Aku menghentikan langkahku.

Sebuah makam yang terlalu kusam untuk dikatakan sebagai sebuah tempat peristirahatan kini membisu di ujung sana. Sebuah ukiran nama yang telah semakin samar tertulis dibalik tingginya ilalang yang menutupinya. Tak ada seikat bunga, tak ada sebuah bintang jasa. Hanya ada sebuah tanya, apakah bahagia dia yang mengisinya disana? ataukah justru siksa yang tengah dia derita? Wallahu'alam ...

Aku tertegun ...

Kerikil kecil mulai menghadang didepan sana.

Ingin rasanya aku berlari, melupakan segalanya dan menjauh darinya. Dari semua yang akan membawaku ke satu poros waktu menuju satu dimensi baru kehidupan barzah-nya. Kapanpun itu.

Namun dilain waktu, ingin rasanya aku justru berlari dan meraih semuanya lebih cepat dari seharusnya. Memasuki dimensi baru itu yang mungkin akan membawa diri ini terlepas dari semua keangkuhan dan ketidakadilan dunia.

Setiap jiwa memang akan merasakannya. Merasakan satu hal yang mereka sebut sebagai kematian itu. Setidaknya memang begitulah berkali Alloh mengatakannya dalam firman-Nya. Dan akupun menyadari sepenuhnya.

Namun yang selalu menjadi pertanyaan bagiku adalah, mengapa meskipun aku tahu akan semua itu tapi tak jarang aku seakan melupakannya dan tak sedikitpun mengindahkannya.

Tak jarang aku justru melalaikannya dan membiarkan semuanya bagaikan air yang mengalir tak berujung dan tak berarah.

Aku masih berdiri. Diantara batu nisan yang berbaris rapi dan diantara ilalang yang semakin meninggi menutupi lahan tandus yang kini mulai basah oleh hujan tadi malam.

Perlahan aku menundukkan pandangku. Haruskah kubenamkan wajahku dalam rasa untuk berkata, "Betapa rapuhnya aku?". Semoga saja tidak.

Dan andaikan esok mentari pagi akan menari lagi, dan awan putih mengaraknya kembali menuntun langkah ini untuk kembali tertatih dan berlari. Kini aku harapkan untuk mampu berdiri dan berlari, bukan lagi menuju keremangan jiwa, namun menuju cahaya-Nya yang akan semakin menerangi jiwa. Melangkah dalam rahmat dan ridha-Nya.

Aku mengharapmu yaa RABB ...Untuk hidup yang lebih baik. InsyaAlloh ...

Senin, 15 November 2010

Air Mata Malam Pertama



Ana, ada hal penting yang ibu dan ayah ingin bicarakan dengan Ana.Ayah memulai pembicaraan dipetang itu. Ibu hanya diam memperhatikan aku, membiarkan ayah yang memulai bicaranya.


Ada apa ayah, bu?kayak ada yang penting aja ..
Sebenarnya, kami telah menerima satu pinangan bagi pihak Ana.
Apa!! kabar itu benar benar mengagetkanku. Aku masih belum berfikir untuk mendirikan rumah tangga dalam usia begini. Aku mau mengejar cita-citaku terlebih dahulu. Aku tidak mau terikat dengan tanggungjawab sebagai seorang isteri.

Kenapa ayah dan ibu gak bicara dulu sama Ana? jawabku agak kecewa dengan keputusan ibu dan ayah yang membelakangi aku. Sepatutnya mereka berunding terlebih dulu sebelum membuat  keputusan yang akan membawa perginya masa depanku.

Kami tahu  jawapan apa yang akan Ana berikan sekiranya kami membincangkan masalah ini dengan Ana. Pastinya Ana akan mengatakan bahwa Ana masih belum siap. Sampai kapankah Ana akan terusan seperti itu?Ayah mengemukakan alasannya bertindak demikian.

Sebagai orang tua, kami amat berharap agar anak kesayangan kami akan mendapat seorang suami yang bisa melindungi dan membimbing Ana. Ujar ibu setelah sekian lama membisu.
Apakah Ana fikir ibu dan ayah akan duduk senang melihat anak gadisnya terus terusan hidup sendirian tanpa penjagaan dari seorang suami? Kami bukannya mau lepaskan tanggungjawab kami sebagai orang tua, tapi itulah tanggungjawab orang tua mencarikan seorang suami yang baik untuk anak gadisnya. Terang ayah lagi.

Ana.. Seru ayah setelah dia melihat aku hanya diri, menahan rasa.
Percayalah, kami membuat keputusan ini adalah untuk kebaikan Anakarna kami sayang sama Ana.
Ini cincinnya, pakailah. Ibu meletakkan satu kotak kecil berbaldu di hadapanku. Perasaanku berbaur menjadi satu. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Sekiranya aku menerima dan setuju dengan keputusan ibu dan ayah itu, berarti aku telah membiarkan cita-citaku semakin kabur dan berhenti di tengah jalan. Namun kiranya aku menolak, berarti aku telah melukai hati kedua orang tuaku itu. Orang tua yang telah banyak berjasa dalam hidupku. Tanpa mereka berdua, aku takkan hadir dan mustahil untuk melihat dunia ini.

Ahhhhgggg ... Keluhku sendirian. Aku dalam dilemma. Manakah yang harus aku utamakan? Perasaan sendiri atau perasaan dan harapan ibu dan ayah. Aku selalu lemah bila melibatkan perasaan ibu dan ayah. Aku terlalu takut untuk melukai hati mereka. Aku takut hidupku nanti tidak diridhoi oleh ALLOH.

Hatiku bercampur baur antara kegembiraan, kesedihan dan kehibaan. Terlalu sukar untuk kugambarkan perasaan hatiku tatkala ini. Sanak saudara duduk mengelilingiku sambil memerhatikan gerak geri seorang lelaki yang berhadapan dengan bapakku serta penghulu.

Hari ini adalah hari yang cukup bermakna bagi diriku. Aku akan diijab kabulkan dengan seorang lelaki yang tidak pernak kukenali. Aku pasrah.
Semoga dengan pilihan keluarga ini beserta dengan rahmat ALLOH. Calon suamiku itu kelihatan tenang mengadap bapakku, bakal bapak mertuanya. Mereka berkata sesuatu yang aku tidak dapat mendengar butir bicaranya. Kemudian beberapa orang mengangguk-angguk. Serentak dengan itu, para hadirin mengangkat tangan mengaminkan doa yang dibacakan lelaki itu.

Ana dah jadi isteri!  Bisik sepupuku sewaktu aku menadah tangan. Tak dapat dielakkan lagi  air mata gugur menetes deras keribaanku. Terselit juga hiba walaupun aku amat gembira. Hiba kerana aku sudah menjadi tanggungjawab suamiku. Keluarga sudah melepaskan tanggungjawab mereka kepada suamiku tatkala ijab kabul.


Ya ALLOH !!! Bahagiakanlah hidup kami. Kurniakanlah kami zuriat-zuriat yang menjadi cahaya mata dan penyeri hidup kami nanti. Doaku perlahan.
Aku bertafakur sejenak. Memikirkan statusku sekarang. Aku sudh bergelar isteri. Sudah tentu banyak tanggungjawab yang perlu aku tunaikan pada suamiku dan pada keluarga yang aku dan suamiku bina nanti.

Mampukah aku memikul tanggungjawab ini nanti.Tiba-tiba saja masalah itu berdetik di hati.
Kadang aku merasakan seolah-olah aku tidak dapat melaksanakan tanggungjawab seorang istri terhadap suami.

Assalamualaikum! Sapa suatu suara yang mematikan tafakur tadi. Seorang lelaki berdiri tepat di hadapanku. Aku masih tidak mampu untuk mendongak, melihat wajahnya itu. Aku bertelekuk melihat kakinya.

Sayang..Serunya perlahan. Suaranya  seolah membelai dan memujuk jiwaku supaya melihat wajahnya.
Aku memaksa diriku untuk mengangkat muka, melihat wajahnya. Perlahan-lahan dia memegang tangan kiriku, lalu dipakaikan cincin emas bertatahkan permata dijari manisku.

Abang.. Seruku perlahan sambil menyalami dan mencium tangan lelaki yang telah sah menjadi suamiku.
Ana serahkan diri Ana dan seluruh kehidupan Ana kepangkuan abang. Ana harap, abang akan terima Ana seadanya ini seikhlas hati abang.Bisikku perlahan. Kita akan sama-sama melayari hidup ini dan akan kita bina keluarga yang bahagia. Janjinya padaku.

Itulah pertama kali aku bertatap muka dengan suamiku itu. Aku tidak pernah melihatnya selain  selembar foto yang telah diberikan ibu kepadaku.

Pada pandanganku, suamiku itu memang seorang yang gagah. Memakai baju pengantin putih serasi dengan yang aku pakai.

Aku selalu berdoa pada Tuhan agar Dia kurniakan padaku seorang suami yang dapat membimbing dan menunjukkan aku jalan ketuhanan. Mengasihi aku sebagai seorang isteri. Tidak kuminta harta maupun pangkat, cukuplah aku bahagia bersamanya dan dia juga bahagia denganku. Aku juga sering berdoa agar dikurniakan zuriat yang dapat membahagiakan kami.

Azan maghrib yang berkumandang mengejutkan aku dari lamunan. Dah masuk waktu maghrib rupanya. Masih banyak lagi barang-barang yang belum dikemaskan. Penat juga nak kemaskan semua ni.

Nanti kita rapikan lagi selepas ni. Mari solat maghrib dulu. Ujar ayah padaku.
Adik-adik sibuk bentangkan tikar dan sejadah di ruang solat. Begitulah selalunya apabila kami berkumpul. Solat berjemaah adalah satu agenda yang tidak bisa ditinggalkan.
Semua orang telah siap sedia menunggu sewaktu aku keluar dari berwudhu . Aku cepat-cepat mengenakan mukena dan memasuki saf bersama ibu, kakak dan adik.

Selesai iqomah, ayah memberikan penghormatan kepada suamiku untuk menjadi imam. Dia kelihatan serba salah dengan permintaan ayah itu. Dia melihat ke arahku. Aku hanya mengangguk sebagai isyarat supaya dia memenuhi permintaan ayah itu. Maka dengan tenang, dia mengangkat takbir. Menjadi imam solat maghrib kami pada malam itu.

Betapa hatiku tenang sekali menjadi makmumnya. Dengan bacaan yang jelas dan merdu itu membuatkan aku berasa kagum dengan suamiku itu. Mungkin tepat pilihan ayah dan ibu buatku. Bacaannya lancar lagi fasih. Bagaikan seorang arab yang menjadi imam.

Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau kira akan segala kesilapan dan dosa kami.
Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kami dengan beban yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami.
Wahai Tuhan kami! Jangan Engkau pikulkan kepada kami apa-apa yang tidak berdaya kami memikulnya.
Dan maafkanlah kesalahan kami serta ampunkanlah dosa kami dan berilah rahmat kepada kami.
Wahai Tuhan kami! Kurniakanlah kami dari isteri dan suami serta zuriat keturunan yang bisa menjadi cahaya mata buat kami dan jadikanlah kami daripada golongan orang-orang yang muttaqin.

Dia membaca doa dengan khusyuk memohon kepada Tuhan setelah selesai solat. Kami bersalaman. aku mendekati suamiku sambil menghulurkan tangan.
Bang, maafkan Ana! Bisikku perlahan sewaktu mencium tangannya. Dia kemudian mengecup dahiku sebagai tanda kasih yang tulus.
Selepas berwirid dan berzikir, dia bangun menuju ke halaman rumah.

Abang nak kemana tu?tanyakuku.

Mau merapikan barang barang dibawah tadi. Masih kurang dikit. Jawabnya

Akupun menukar pakaian, kemudian keluar membantu suamiku merapikan barang-barang di halaman rumah. Dia kelihatan asyik tanpa menyedari kehadiranku. Semua barang-barang telah dirapikannya. Aku mengambil kain lap dan mulai mengelap meja.

Kapan Ana turun? Tanyanya padaku yang baru menyadari kehadiranku.

Baru aja.Abang terlalu asyik sampai tak menyadari kehadiranku

Maafkan abang sayang. Dia menghampiriku.

Sayang tak marahkan? Tanyanya lagi sambil memeluk pinggangku erat.

Aku menatapnya, kemudian mengeleng sebagai tanda aku tak ambil hati tentang tu. Dia tersenyum sambil menghadiahkan satu ciuman di pipiku.

Ish..abang ni! Nanti dilihat orang, malu kan. Rungkutku tersipu-sipu. Malu jugakan kalau dilihat oleh keluarga yg lain.

Ngapain malu,
kan sayang ni isteri abang.Jawabnya tersenyum.

Tau la, tapi liat sikon juga donk. Kalau kita berdua saja, lebih dari cium pun Ana kasih.

Benar ni???Soal suamiku cepat-cepat.

Ish.. Abang genit.

Aku terasa bahagia disayangi begini. Inilah pertama kali dalam hidupku merasakan betapa nikmatnya cinta dan kasih sayang seorang kekasih hati yang aku sayangi. Aku tidak pernah terlibat dengan cinta walaupun diwaktu sekolah dulu. Dan sekarang ini, aku akan menikmatinya selepas pernikahan. Cinta seorang suami terhadap seorang isteri.


Indahnya kuperhatikan suasana kamarku. Aku sendiri yang menghiasinya. Kamar malam pertamaku bersama seorang lelaki yang bergelar suami. Kamar yang akan menjadi saksi bisu bila mana aku menyerahkan khidmatku pada seorang suami. Kegusaran dan sedikit gentar mula bertandang dalam sanubari. Aku merasa takut sendirian untuk melalui keindahan malam pertama ini. Bagaimanakah akan melayani suamiku nanti?

Ketukan pada pintu bilik membuatkan hatiku bertambah gusar. Dari tadi lagi aku hanya duduk di pinggir ranjang.

Masuklah, pintu gak dikunci. suaraku perlahan. Aku yakin, itu adalah suamiku.
Dia masuk, kemudian menutup pintu kamar kami perlahan. Kemudian dia menghampiri dan duduk di sisiku.

Kok melamun? Sayang tak gembirakah bersama abang? Aku tak menyangka pertanyaan itu yang diajukan oleh suamiku tatkala ketakutan di malam pertama begitu membanjiri jiwaku.
Aku hanya mampu mengeleng. Aku sendiri tak tahu apa jawapan yang  baik untukpertanyaannya.

Terus apa yang sayang lamunkan ?

Ana takut bang! Itulah jawapan yang tepat bagi menjawabpertanyaannya.

Dia memelukku erat sambil membelai rambutku.

Apa yang ditakutkan? Abangkan ada. Abang akan Bantu dan tolong sayang. Kita sama-sama bina keluarga kita. Bujuk suamiku.

Ana takut Ana tak mampu untuk menjalankan tugas sebagai isteri abang. Ana banyak kelemahan bang. Ana takut nanti Ana akan mengecewakan abang. Ana takut..

Aku tidak sempat untuk meneruskan kata-kataku kerana suamiku telah meletakkan telunjuknya di bibirku tanda tidak mengijinkan aku menghabiskan bicaraku.

 Sayang, abang terima sayang sebagai isteri abang seadanya. Abang terima segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada sayang. Usahlah sayang risaukan akan hal itu. Ok sayang! Bisiknya.

Aku memeluknya syahdu di atas penerimaannya terhadapku.

Sayang, abang mau mandi bentar. Gerah banget rasanyat.

Aku bangun membuka almari pakaian dan mengambil handuk. Kuhulurkan kepadanya dengan penuh kasih sayang.
Dia tersenyum kepadaku dan mencium pipiku sebelum berlalu ke kamar mandi. Kemudian terdengar siraman air jatuh di lantai.

Aku siapkan kamar tidur seadanya. Aku letakkan pakaian tidur buat suamiku di atas kasur. Aku menunggunya keluar dari kamar mandi. Aku sendiri telah bersiap-siap menukar pakaian malam menanti suamiku itu dengan penuh debaran. Pintu kamar mandi terbuka. Dia keluar sambil tersenyum ke arahku.

Sayang, boleh gak ambilkan  segelas air. Abang haush. Pintanya sambil mengelap badannya dengan handuk di tangan.

 Baik bang. Bang, ni baju abang. Ujarku sambil bangun untuk ke dapur.
Sewaktu aku keluar, lampu di ruang tamu semuanya telah dipadamkan. Kulihat jam dah mendekati jam 1 pagi.
Pantas .. Bisik hatiku. Aku meneruskan langkahku ke dapur dalam smar-samar cahaya kamar yang masih nyala.
Kuambil segelas air kemudian aku bawa menuju kamar.
Suasana malam agak sunyi. Tiada bunyi jangkrik ataupun lainnya. Cuma di luar
sana kadang langit kelihatan cerah diterangi cahaya kilat memancar. Malam yang pekat bakal mencurahkan hujan.

Sewaktu aku melangkah masuk ke kamar, kelihatan suamiku sedang khusyuk berdoa diatas sajadah. Mulutnya terkumat kamit tanpa kutahu butir bicaranya.
Kuletakkan air diatas meja dan menanti suamiku selesai berdoa. Kemudian dia bangun menghampiriku. Aku menghulurkan gelas air kepadanya.

Bang, Panggilku

Ada apa sayang? tanyanya.

Malam ni abang mau ... mau ... Agak segan untuk kuteruskan pertanyaan itu. Suamiku masih lagi menanti persoalan yang kutanya. Mau apa sayang? Bertanya lagi sambil tersenyum.

Ah..abang ni, Aku malu ketika kulihat wajah suamiku seolah-olah dapat membaca fikiranku.

Ya, abang mau sayang layani abang malam ni. Boleh gak?  Bisiknya ketelingaku.

Aku hanya mampu mengangguk tanda bersedia untuk melayani segala kehendak dan kemauannya.

Aku coba untuk mempersiapkan diri sebagai seorang isteri yang mampu menyediakan dan memenuhi segala keperluan dan kemauan suamiku itu.

Assalamualaikum, wahai pintu rahmat! Bisik suamiku.

Waalaikumussalam wahai tuan pemilik yang mulia. Jawabku.

Malam yang gelap kehitaman itu kulaluinya bertemankan seorang lelaki yang telah kuserahkan kepadanya seluruh jiwa dan ragaku ke dalam tangannya. Dia berhak semuanya atas diriku. Sebagai seorang isteri, aku mesti sentiasa patuh kepada segala arahan dan suruhannya selagi mana ia tidak bertentangan dengan ketetapan ALLOH dan Rasul.

Pertama kali kulalui dalam hidupku, malam bersama seorang lelaki yang telah dihalalkan aku keatasnya. Aku umpama ladang dan suamiku itu adalah petani. Ia berhak mendatangiku mengikut sekehendak hatinya. Aku telah membaca beberapa buah buku tentang dunia  pernikahan, rumahtangga dan tanggungjawab seorang isteri. Aku
coba untuk memperaktikkannya selagi aku mampu untuk melakukannya. Aku ingin menjadi yang terbaik bagi suamiku dan membuatnya bahagia bersamaku. Menjadi permaisuri yang bertahta di hati dan jiwanya sepanjang usia hayatnya.

Sesungguhnya  rumahtangga itu bukanlah sesuatu yang boleh dipandang remeh atau yang boleh dibuat main main. Ia adalah suatu ikatan yang menghalalkan yang haram sebelumnya. Ia memerlukan persefahaman, tolak ansur, saling mempercayai, tolong menolong, kasih mengasihi seikhlas hati dan sebagainya. Tanpa itu semua, mana bisa dua jiwa yang berlainan sifat dan sikap mampu mengarungi sebuah kehidupan yang penuh dengan cobaan ini bersama. Ia amat mustahil sekali.

Maka seharusnya kita perlu mempersiapkan diri sebelum memasuki gerbang pernikahan dengan berbagai ilmu. Ilmu kekeluargaan, ilmu keibu bapaan, psikologi kanak-kanak dan sebagainya.  Jangan kita berfikir tentang nafsu semata. Fikirkan juga tentang tanggungjawab yang bakal kita pikul nanti. Tanggungjawab sebagai seorang suami ataupun isteri, tanggungjawab sebagai seorang bapa ataupun ibu. Mampukah kita semua memenuhi atau menunaikan tanggungjawab dan tuntutan itu. Kita pastinya akan ditanyai tentang pertanggungjawaban itu. Sama ada di dunia maaupun di hadapan Tuhan nanti. Karna tanggungjawab itu adalah amanah yang perlu ditunaikan oleh setiap orang.

Bunyi batuk yang berlarutan menyebabkan aku terbangun dari tidur istimewaku malam ini. Sewaktu aku membuka mata, aku lihat suamiku sedang bersimpuh diatas sejadah. Dia mengurut-urut dadanya menahan batuk. Aku lekas bangun, turun dari kasur dan menghampirinya.

 Abang gak apa-apa? Tanyaku khawatir dengan keadaannya.
Aku mulai khawatir kalau kalau suwamiku punya penyakit yang tidak aku ketahui.

Abang ok ja. Mungkin sedikit dingin,Jelasnya.

Pergilah mandi, ayah dan semua orang sedang menunggu kita untuk berjemaah di luar tu. Kata suamiku sambil tersenyum menatapku dengan piyama yang aku pakai. Aku malu menatap mata suamiku menyorot memerhatikan seluruh tubuhku .

Abang nakal aaah ... Aku bangun mengambil handuk terus ke kamar mandi. masih terdengar lagi  batuk-batuk dari luar.

Ayah mau suamiku mengimami solat subuh itu, tapi suamiku menolak dengan alasan dia batuk-batuk dan tak berapa sehat. Namun ayah masih bersikeras, maka terpaksalah dia menjadi imam.
Kasian aku melihatnya. Bacaannya tidak selancar semalam. Banyak tersangkut dan terpaksa berhenti atau mengulanginya kerana asyik batuk-batuk. Aku mula risau lagi dengan keadaannya.
Selepas beriwirid pendek, dia membacakan doa dengan perlahan tapi masih bisa didengari oleh semua ahli keluargaku. Aku lihat muka suamiku agak pucat.

Kenapa ni bang? tanyaku sewaktu bersalaman dengannya.

 Entahlah, abang rasa kurang sehat sikit pagi ni.

Zul saki?Tanya ayah.

gaklah, cuma kurang sehatt. Mungkin karna cuaca. Jawabnya.

Nanti Ana ambilkan obat.Aku bangun ke dapur untuk mengambil obat dalam rak obat. Aku ambil sebotol ubat batuk dan segelas air.
Suamiku sudah masuk ke kamar. Batuknya agak berkurang sediki. Dia menghirup sirup batuk yang kusuapkan.

Terima kasih. Ucapnya perlahan. Aku angguk.

Abang berehatlah. Ujarku sambil membaringkan badannya ke atas bantal.

Abang minta maaf karna menyusahkan sayang.

 Kenapa abang ngomong gitu, sedikitpun Ana gak merasa susah.


Abang tau sayang susah hati liat abang begini. Sepatutnya hari pertama, abang membahagiakan sayang. Tapi abang minta maaf sebab keadaan abang tak mengizinkan.

Entah kenapa tiba-tiba saja hatiku dilanda kesedihan. Entah darimana dia datang.

Abang minta maaf atas segalanya. Sayang maafkan abang ya

Abang mau tidur dulu. ngantuk rasanya. Ujarnya perlahan.

Abang tidurlah. Aku menarik selimut untuk menyelimutinya. Aku menciumi dahinya. Sekejap saja dia terlena selepas mulutnya terkumat kamit membacakan sesuatu.
Aku memperhatikan suamiku tuk seketika. Tidurnya kelihatan tenang dengan susunan nafas yang teratur. Aku suka melihat wajahnya yang memberikan ketenangan buatku. Wajahnya yang agak bersih dihiasi dengan kumis dan jambang yang nipis dan terjaga. Aku berdoa dan berharap agar ALLOH mengijinkan aku bersamanya hingga ke akhir hayat.

Namun segala telah ditentukan. Hidup, mati, rezeki, baik dan buruk seseorang hamba itu telah ditentukan Tuhan semenjak ia berada dalam kandungan ibunya . Maka aku sebagai seorang hamba yang lemah terpaksa menerima segala kehendaknya dengan redha dan tenang. Siapa tau, rupa-rupanya itulah hari pertama dan terakhirku bersama suamiku yang baru aku kenali.

Aku hanya mengenalinya seketika saja, namun dia telah meninggalkan aku buat selama-lamanya. Aku belum sempat menjalankan tugas sebagai isteri dengan sepenuhnya. Apalagi yang dapat aku lakukan.  Wajar aja dia memohon maaf dariku.

Ketika aku ingin membangunkannya untuk sarapan, berkali-kali aku coba memanggil namanya. Namun dia masih tak menjawab. Aku menggoncang tubuhnya, tetapi tetap tak ada respon. Aku sentuh tangannya,dingin. Aku memeriksa nadi dan denyutan jantungnya. Sepi! Air mataku terus ja mengalir tanpa dapat ditahan lagi. Menangisi kepergian seorang suami.
Aku tersedu-sedu sewaktu semua ahli keluarga masuk kekamar untuk melihat apa yang terjadi setelah terlalu lama aku cuba membangunkan suamiku. Tapi rupanya hanyalah jasad yang terbujur kaku.


9 Bulan kemudian ...

Sudahlah Ana, bersyukurlah karana masih ada wasiat darinya. kata ibu mengakhiri lamunanku.

Aku hanya mampu tersenyum sambil memandang wajah seorang bayi lelaki yang sedang nyenyak tidur disebelahku. Itulah takdir ALLOH , malam pertama yang telah membuahkan hasil. Walaupun hanya pertama, tapi itulah panglima yang menang dalam pertarungan tuk menduduki rahimku ini.

Hari ini, zuriat suamiku tuk pertama kalinya tuk melihat dunia ini. Satu-satunya harta yang tiada  nilai buatku selain sebuah rumah yang telah diwasiatkan oleh suamiku buatku.

YA ALLOH, tempatkanlah dia bersama golongan yang soleh.
 YA ALLOH, rahmatilah anakku ini.
Jadikanlah dia umpama bapaKnya yang sentiasa taat kepadaMu.
Jadikanlah ia pejuang tuk menegakkan agamaMu.
Jadikanlah ia sebagai permata yang membahagiakan aku dan seluruh keluargaku.

aamiin .... 

~*~ LEmah !Man dAn CaRa pEn!ngkatanNya ~*~

Tanda-tanda Lemah Iman . . .☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• . . . . . .
  • Terus menerus melakukan dosa dan tidak merasa bersalah
  • Berhati keras dan tidak berminat untuk membaca Al-Qur�an
  • Berlambat-lambat dalam melakukan kebaikan, seperti terlambat untuk melakukan shalat
  • Meninggalkan sunnah
  • Memiliki suasana hati yang goyah, seperti bosan dalam kebaikan dan sering gelisah
  • Tidak merasakan apapun ketika mendengarkan ayat Al-Qur�an dibacakan, seperti ketika Allah mengingatkan tentang hukumanNya dan janji-janjiNya tentang kabar baik.
  • Kesulitan dalam berdzikir dan mengingat Allah
  • Tidak merasa risau ketika keadaan berjalan bertentangan dengan syari�ah
  • Menginginkan jabatan dan kekayaan
  • Kikir dan bakhil, tidak mau membagi rezeki yang dikaruniakan oleh Allah
  • Memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan, sementara dirinya sendiri tidak melakukannya.
  • Merasa senang ketika urusan orang lain tidak berjalan semestinya
  • Hanya memperhatikan yang halal dan yang haram, dan tidak menghindari yang makruh
  • Mengolok-olok orang yang berbuat kebaikan kecil, seperti membersihkan masjid
  • Tidak mau memperhatikan kondisi kaum muslimin
  • Tidak merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu demi kemajuan Islam
  • Tidak mampu menerima musibah yang menimpanya, seperti menangis dan meratap-ratap di kuburan
  • Suka membantah, hanya untuk berbantah-bantahan, tanpa memiliki bukti
  • Merasa asyik dan sangat tertarik dengan dunia, kehidupn duniawi, seperti merasa resah hanya ketika kehilangan sesuatu materi kebendaan
  • Merasa asyik (ujub) dan terobsesi pada diri sendiri
Hal-hal berikut dapat meningkatkan keimanan kita: . .☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.• . . . . .
  • Tilawah Al-Qur�an dan mentadabburi maknanya, hening dan dengan suara yang lembut tidak tinggi, maka InsyaAllah hati kita akan lembut. Untuk mendapatkan keuntungan yang optimal,yakinkan bahwa Allah sedang berbicara dengan kita.
  • Menyadari keagungan Allah. Segala sesuatu berada dalam kekuasaannya. Banyak hal di sekitar kita yang kita lihat, yang menunjukkan keagunganNya kepada kita. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendakNya. Allah maha menjaga dan memperhatikan segala sesuatu, bahkan seekor semut hitam  yang bersembunyi di balik batu hitam dalam kepekatan malam sekalipun.
  • Berusaha menambah pengetahuan, setidaknya hal-hal dasar yang dilakukan dalamkehidupan sehari-hari, seperti cara berwudlu dengan benar. Mengetahuiarti dari nama-nama dan sifat-sifat Allah, orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang berilmu.
  • Menghadiri majelis-majelis dzikir yang mengingat Allah. Malaikat mengelilingi majels-majelis seperti itu.
  • Selalu menambah perbuatan baik. Sebuah perbuatan baik akan mengantarkan kepadaperbuatan baik lainnya. Allah akan memudahkan jalan bagi seseorang yangbershadaqah dan juga memudahkan jalan bagi orang-orang yang berbuatkebaikan. Amal-amal kebaikan harus dilakukan secara kontinyu.
  • Merasa takut kepada akhir hayat yang buruk. Mengingat kematian akanmengingatkan kita dari terlena terhadap kesenangan dunia.
  • Mengingat fase-fase kehidupan akhirat, fase ketika kita diletakkan dalam kubur,fase ketika kita diadili, fase ketika kita dihadapkan pada dua kemungkinan, akan berakhir di surga, atau neraka.
  • Berdo�a, menyadari bahwa kita membutuhkan Allah. Merasa kecil di hadapan Allah.
  • Cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta�ala harus kita tunjukkan dalam aksi.Kita harus berharap semoga Allah berkenan menerima shalat-shalat kita,dan senantiasa merasa takut akan melakukan kesalahan. Malam hari sebelum tidur, seyogyanya kita bermuhasabah, memperhitungkan perbuatankita sepanjang hari itu.
  • Menyadari akibat dari berbuat dosa dan pelanggaran. Iman seseorang akan bertambahdengan melakukan kebaikan, dan menurun dengan melakukan perbuatan buruk.
  • Semua yang terjadi adalah karena Allah menghendaki hal itu terjadi. Ketika musibah menimpa kita, itupun dari Allah.
WALLOH HU A'LAM ....

Minggu, 14 November 2010

♥♥ Wahai Putri Ku ♥♥


  ƸӜƷ.¸¸✿¸.•❤•.❀.ƸӜƷ.❀.•❤•.¸✿¸¸.ƸӜƷ
Bicara hati seorang ayah…

Puteriku.. ☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.•  . . . .
Benarlah bahwa lelakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa, tetapi bila engkau tidak setuju, lelaki itu tidak akan berani, dan andai kata bukan lantaran lemah gemulaimu, lelaki tidak akan bertambah parah. Wanitalah yang membuka pintu, seolah kau katakan kepada si pencuri itu : silakan masuk, silakan… Apabila ia telah mencuri, engkau berteriak : Pencuri! Tolong..tolong..! Saya dicuri!

Demi Allah, dalam khayalan seorang pemuda tak melihat gadis kecuali gadis itu ditelanjangi pakaiannya.

Demi Allah begitulah, jangan engkau mudah percaya apa yang dikatakan lelaki, kebanyakan mereka tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi bahasanya. Ia akan berbicara kepadamu sebagai seorang sahabat. Demi Allah ia telah berbohong!

Senyuman yang diberikan pemuda kepadamu, kehalusan budi bahasa dan perhatiannya, semua itu tidak lain hanyalah merupakan perangkap rayuan. Setelah itu apa yang terjadi?

Kalian berdua sesat berada dalam kenikmatan, kemudian engkau ditinggalkan dan selepas itu selamanya akan merasakan penderitaan akibat kenikmatan itu. Si lelaki akan mencari mangsa lain untuk diterkam kehormatannya, dan engkaulah yang menanggung beban kehamilan. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng, hidupmu berkubang dalam kehinaan dan keaiban, masyarakat tidak akan mengampunimu.


Puteriku…☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.•  . . . .
Cita-cita wanita tertinggi adalah perkahwinan.Setinggi apapun status sosial , karier, populariti, prestasinya, namun sesuatu yang paling agung dan sangat diinginkannya adalah menjadi isteri dan ibu yang baik kepada sebuah rumah tangga yang bahagia.

Tidak ada seorang pun lelaki yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki hidung belang. Apabila akan berumahtangga ia tetap akan memilih wanita yang baik, kerana ia tidak rela suri rumahtangganya dan ibu kepada putera dan puterinya adalah seorang wanita yang tidak baik.

Puteriku..☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.•  . . . .
Puteriku yang beriman dan beragama! Puteriku yang terhormat dan terpelihara, ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukan orang lain terkecuali engkau.

Oleh kerana itu, jangan berikan diri kalian semudah itu. Sesungguhnya kemuliaan yang tercela tidak akan kembali, martabat yang hilang tidak akan dapat ditemui kembali.

Inilah nasihatku padamu, puteriku. Inilah kebenaran. Sadarilah bahwa di tanganmulah kunci pintu perbaikan. Bila diri kalian diperbaiki, dengan demikian umat pun akan menjadi baik.


Kehormatanmu terletak di tanganmu.
Keruntuhan akhlakmu juga di tanganmu ..☺*•♫.•♥.•*¨:*•♫.•♥.•  . . . .




                     ƸӜƷ.¸¸✿¸.•❤•.❀.ƸӜƷ.❀.•❤•.¸✿¸¸.ƸӜƷ